14 Nov 18

Antusiasme Mahasiswa Ukraina Belajar Bahasa dan Budaya Indonesia

DARI Kiev, Margaryta Buchkova memungut kata itu dari teman-temannya. Yang tinggal puluhan ribu kilometer jauhnya di Jakarta.

Jadilah kata itu semacam "obat untuk semua penyakit" dalam tiap perbincangan, terutama di ruang kuliah. Entah untuk baju teman yang bagus, gaya rambut yang lagi tren, atau presentasi yang tepat sasaran. Komentar gadis 18 tahun itu sama: keren!

"Saya punya grup WhatsApp dengan teman-teman saya di Jakarta," kata mahasiswi Kyiv National University (KNU) of Taras Shevchenko itu tentang dari mana kata tersebut dia ketahui.

Teman-teman di Jakarta tersebut tak akan mungkin dia punya kalau saja Buchkova tak mendapatkan beasiswa Darmasiswa. Yang memberinya kesempatan belajar bahasa Indonesia di Universitas Ahmad Dahlan, Jogjakarta, selama setahun. Nah, dalam kurun waktu itu, dia juga berkesempatan mengunjungi Jakarta dan beberapa kota di Bali.

Beasiswa Darmasiswa adalah beasiswa yang diberikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Melalui Biro Perencanaan dan Kerja Sama Luar Negeri (PKLN), bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri.

Lewat Darmasiswa, mahasiswa asing dari berbagai negara berkesempatan mempelajari bahasa, kesenian, musik, kuliner, dan kerajinan tangan khas Indonesia. Dibuka kali pertama pada 1974, program beasiswa Darmasiswa kini telah diikuti 5.719 mahasiswa asing yang berasal dari 83 negara. Dengan melibatkan 54 universitas yang tergabung dalam kerja sama program itu di seluruh Indonesia.

Dan, beasiswa itu pula yang menjadi salah satu daya tarik bagi para mahasiswa Ukraina untuk belajar bahasa dan budaya Indonesia. Mereka bisa berkesempatan untuk belajar langsung ke negeri penutur asli.

Menurut Prabowo Himawan, kepala Program Studi (Prodi) Bahasa dan Sastra Indonesia di KNU of Taras Shevchenko, sejak dibuka lagi pada 2012, sudah ada 23 mahasiswa prodi yang dia pimpin itu yang mendapat beasiswa Darmasiswa. Kesempatan tersebut tentu saja sangat membantu para mahasiswa untuk lebih mengenal bahasa dan budaya Indonesia.

Apalagi, selama ini mereka kerap sulit mendapatkan literatur tentang Indonesia di Ukraina, negeri yang dulu merupakan bagian dari Uni Soviet. Jangankan dalam bentuk fisik buku, versi e-book berbagai karya sastra Indonesia juga tak mudah didapat.

Salah satu cara menyiasatinya adalah menonton film yang mengadaptasi karya sastra Indonesia. "Persoalannya, kadang ada selipan bahasa daerah yang tentu saja tak kami pahami," ungkap Yarkovska.

Belajar langsung ke Indonesia tentu saja juga memperkaya kosakata bahasa lisan mereka. Kata "keren" tadi salah satunya. Juga, kata-kata berawalan "ng" seperti ngobrol atau ngomong.

Itu sebagai bentuk latihan karena bunyi "ng" pada umumnya susah mereka kuasai. Sebab, tidak ada dalam bahasa Ukraina. Baik sebagai awalan, sisipan, maupun akhiran.

Di luar itu, Buchkova terus terkenang akan keramahan orang Indonesia. Murah senyum dan hangat. Sesuatu yang tidak setiap hari ditemuinya di Ukraina.

Adapun Yarkovska, dia menyebut orang Indonesia kurang doyan jalan kaki. Lebih suka naik becak, sepeda motor, atau alat transportasi lain. Meski untuk jarak yang tak jauh sekalipun.

Sedangkan Melnyk sangat menikmati bonus belajar bahasa Indonesia di Jogjakarta: sekaligus belajar bahasa Jawa.

"Matur nuwun, ora popo, sami-sami," ujarnya ketika saya tes apa kosakata dalam bahasa Jawa yang dikuasainya.

Tiap pelajaran dalam kelas, bahasa Indonesia para mahasiswa memang biasanya formal. Mungkin itu bentuk kedisiplinan mereka dalam belajar. Kalau di luar kelas, baru keluar keren, ngobrol, atau ngomong yang tadi.

Tahu saya lahir, besar, kuliah, dan bekerja di Surabaya, mereka juga beberapa kali bertanya banyak hal tentang boso Suroboyoan. Para mahasiswa yang pernah ke Indonesia umumnya tahu bahwa bahasa Jawa ala Surabaya lebih kasar. Mereka juga tahu orang-orang Surabaya dan Jawa Timur lebih terbuka dan berani. Hanya, saya tak tahu apakah mereka tahu umpatan khas Surabaya, hehehe.

Para mahasiswa Ukraina yang ditempatkan di Jawa, khususnya Jogjakarta, juga berkesempatan belajar tari-tarian Jawa. Menurut mereka, gerakan tari-tarian Jawa yang halus tidak susah dikuasai.

"Tapi, menyesuaikan dengan gamelan itu yang susah," katanya.

Bekal dari Jawa itulah yang kemudian mereka lanjutkan sekembali ke Kiev. Kebetulan, KBRI Kiev punya pelatih tari bernama Puput Ratri Widayani.

 

Selain itu, mereka belajar bermain gamelan dan angklung serta menjajal berbagai baju adat daerah. Mereka tampak sedikit kesulitan saat memakai jarit, kemben, atau stagen. Tapi, mereka antusias. Kerap diselingi canda tawa tiap kali melihat ada teman yang kerepotan.

Menurut Melnyk, itu semua penting untuk kian menambah wawasan tentang Indonesia. Jadi, tak hanya mengenal Indonesia dari bahasanya. Tapi juga ragam budayanya.

Dan, dari apa yang dia pelajari dan lihat sendiri tentang Indonesia itu, kemudian dia getok tular-kan ke rekan-rekan dari luar prodi atau keluarga besarnya. Jadi, semakin banyak warga Ukraina yang mengenal Indonesia.

"Mereka jadi tahu bahwa banyak kota di Indonesia yang sudah maju. Bahwa Indonesia kaya tempat wisata yang bagus-bagus."

Demikian pula Yarkovska. "Saya sudah bisa sedikit-sedikit menarikan beberapa tarian Indonesia," kata Yarkovska dalam sebuah percakapan setelah kuliah selesai.

Saya pun meminta dia mempraktikkannya. Dengan segera dia melakukannya. Dan teman-teman sekelasnya langsung menyahut, "Kereeen..." 

Sumber: https://www.jawapos.com/features/14/11/2018/antusiasme-mahasiswa-ukraina-belajar-bahasa-dan-budaya-indonesia-2